Berikut kisah yang saya ambil dari Buku Mutiara Amaly, semoga bisa menjadi pelajaran buat kita semua.
Seorang raja berhajat menghadiahkan sesuatu kepada salah seorang pengawalnya. Lalu dia dipanggil menghadap ke istana.
"Paculah kuda kamu sejauh mana yang mampu. Sejauh mana kamu pergi, selebar itulah tanah yang akan kamu miliki," titah raja.
Pengawalnya tersenyum girang mendengar tawaran itu. Hatinya mula berbisik, "lagi jauh perjalanku, lebih luaslah tanah yang akan aku peroleh."
Tanpa berfikir panjang, pengawal itupun melompat keatas kudanya. Dia memecut laju.. dan laju bagaikan derasnya tiupan angin. Hajatnya mau sampai sejauh mungkin agar keluasan tanah yang diperoleh lebih banyak.
Saat kudanya penat, dicambuknya binatang itu agar terus berlari. Lapar, dahaga, dan letih tidak dihiraukan. Dia tidak mau berhenti istirahat walau sesaat karena perasaan tamaknya berkata, "kalau berhenti rugi."
Bagaimanapun karena terlalu penat, kuda kesayangannya terjungkal jatuh lalu pingsan. Pengawal itu jatuh tergeletak ke bumi. Badannya terlalu lemah dan tidak berdaya untuk bangun. Digagahi juga, karena keinginan untuk menambah kekuasaan tanah mengatasi segalanya.
Akhirnya disitu juga dia jatuh sakit dan terlantar keseorangan. Tanah yang luas beratus hektar yang menjadi miliknya tidak membawa arti apa-apa.
"Kenapa aku terlalu tamak?" tanyanya yang ketika itu tersandar pada pangkal sebatang pohon.. "sekarang ajalku semakin hampir. Apakah aku masih perlukan tanah seluas ini? Padahal yang aku perlukan cuma sedikit tanah untuk mengambus jenazahku," rungut pengawal itu kesal.
Kekesalannya bagaimanapun sudah terlambat!
Apa yang dialaimi oleh pengawal itu adalah sama dengan kehidupan kita. Setiap hari kita paksa diri untuk mencari duit sebanyak mungkin. Kita berusaha untuk mendapatkan kuasa dan meraih pengakuan.
Suatu hari nanti, kita akan sadar dari lena. Ketika itu barulah kita tahu bahwa perjalanan kita sudah jauh tersasar dari landasan.
Apa yang kita timbun selama ini tidak membantu. Malah kita sebenarnya tidak memerlukan begitu banyak dalam hidup ini.
Sayangnya, ketika kita sadar ia sudah terlambat.
Wassalamu'alaikum..
1 Komentar untuk "Kesadaran Sering DATANG TERLAMBAT"
Sikap tamak memang bisa mendorong orang memaksakan diri meraih dan memiliki banyak hal (terutama harta benda dunia) yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh diperlukan untuk kebutuhan diri sendiri. Sebaliknya sikap fatalistik cenderung mendorong orang bersikap pasrah pada keadaan apa adanya tanpa mau berupaya memperbaiki keadaan hidupnya sedikit demi sedikit. Kedua macam sikap ini dapat mendorong datangnya kesadaran yang kemudian dirasakan sangat terlambat. Pada orang dengan sikap tamak, kesadaran datang terlambat ketika keadaan tidak memungkinkannya lagi menikmati dan menggunakan apa yang telah dicapainya, sedangkan pada orang dengan sikap fatalistik, keadaran datang terlambat ketika keadaan (waktu) tak lagi memungkinkannya untuk berusaha, berikhtiar memperbaiki keadaannya sendiri. Semoga pada diri kita, para pembaca dan saya, penyesalan itu datang tepat waktu. Syaratnya tentu, pandai-pandai membaca keadaan. Pikir itu pelita hati.
Posting Komentar